-->

Selasa, 19 Oktober 2010

Goresan Hatiku

Walau hari ini tanpa bintang aku masih bisa tersenyum dalam derasnya hujan yang membuatku menggigil bersama kilatan-kilatan petir yang sesekali mengejutkanku dengan suara-suara gemuruh yang menggelegar, hati kecil ini kembali terusik dengan ingatan lama beberapa tahun yang lalu.

Aku tak pernah berpikir bisa sampai ke titik ini. Setidaknya tidak sekarang. Sampai di titik di mana aku baik-baik saja dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Utuh dan jauh lebih kuat.

Mungkin memang benar bahwa masalahlah yang mengajarkanku dewasa. Melatihku menghadapi saat-saat tersulit dalam hidup.Saat aku merasa putus asa dan tidak berarti. Apa yang aku miliki bahkan tidak menolong sama sekali.yang aku inginkan hanyalah mengakhiri hidup dan masalah selesai. Ketika kata “bertahan” sepertinya percuma saja.

Tapi ternyata tidak sesederhana itu! Masalah tidak akan selesai begitu saja ketika kita mencoba lari dan bersembunyi. Satu-satunya pilihan adalah menghadapinya dengan kepala tegak, setakut apapun diriku melangkah.

Mungkin akan mudah mengatakannya, tapi untuk melakukannya seperti berjalan di atas hamparan beling, yang membuatku percaya, detik ketika aku berhasil melewatinya,maka pada detik itu pula aku akan berakhir, atau bahkan di tengah perjalanan, akhir itu yang menemuiku lebih dulu.

Tapi, tahukah kau? Ternyata tidak seburuk itu. Yang aku perlukan hanya percaya. Bahwa semuanya akan baik-baik saja. Klise mungkin kedengarannya. Tapi seklise-klisenya, pernyataan itu terkadang ada benarnya. Aku hanya perlu melangkah lagi. Melepaskan diri dari apapun yang membuatku tidak bahagia.

Dan aku bisa melaluinya. Awalnya aku pikir aku akan hancur, menemui keberakhiranku dalam keadaan mengenaskan. Sampai akhirnya aku sadar bahwa satu-satunya hal yang bisa kulakukan hanyalah berdamai dengan diriku sendiri, berdamai dengan keadaan. Dan ajaibnya aku menemukan diriku jauh lebih baik.

lalu lama berselang, setelah aku kembali bangkit dan mencoba menata hidupku lagi. Seseorang datang dari kota bernama Virginia. Awalnya aku begitu takut akan kehadirannya. Mencoba menutup pintu hatiku rapat-rapat dan tak ingin membiarkannya masuk. Aku begitu takut. Mencoba menjauh, atau lebih tepatnya berlari menjauhinya. Tapi ternyata kali ini aku tak berhasil. Hatiku menolak berkompromi. Ia malah memintaku belajar dari setiap kesalahanku. karea yang tersulit itu bukan bagaimana bisa mengatasi masalah tapi bagaimana kita bisa belajar dari masalah itu sendiri

Kini aku menemukan tempat pulang. Sebuah tempat yang dulu hanya berani kulihat dari jauh. Kini aku di sana, bersama seseorang yang dengan sabar menghadapi semua kecengengan dan ketakutanku akan hidup, juga pertanyaan-pertanyaan melankolisku yang tidak pernah berakhir dengan sebuah jawaban pasti. Aku luluh. Kesederhanaannya membuatku berfikir ulang tentang hidup dan kehidupan. Mungkin memang aku yang selalu memperumit segala sesuatunya. Padahal aku hanya perlu berhenti sejenak dan menrcermati sekelilingku sejenak untuk melihat hidupku dan apa yang masih tersisa dalam genggamanku..Hal-hal berharga yang masih kumiliki. Menyadari bahwa Tuhan masih menyayangi aku dan aku masih jauh lebih beruntung diberi kesempatan untuk tetap hidup. Hidup yang penuh berkah terselubung di dalamnya.

Aku lalu berpikir. Mungkin mimpiku dulu terlalu muluk, hingga ketika mimpi itu menyata, aku masih terus menggigit bibirku hingga berdarah, hanya untuk meyakinkan ini benar-benar nyata. Bahwa seseorang yang dulu tak pernah berani aku impikan kini menggengam hatiku erat. Begitu hati-hatinya, hanya agar aku tidak jatuh dan terluka lagi. Seseorang yang dengannya aku berani menjadi diriku sendiri, berani menghadapi dunia dengan kepala tegak, berani bermimpi lagi. Bahkan dalam munajat-munajat sepertiga malamku, aku terus meminta agar Tuhan tetap bermurah hati membiarkannya ada bersamaku

Aku bahkan tidak takut lagi. Kalaupun nantinya aku mesti kecewa, aku mau mengambil resiko itu. Bukankah segala sesuatunya mesti diperjuangkan? Apalagi untuk sesuatu yang benar-benar aku yakini. Tidak sesuatu yang datang dengan mudah, bukan? Dan aku mengambil resiko untuk kembali patah. Mungkin kali ini aku akan benar-benar hancur. Tapi aku ingin mencoba. Dan aku tak akan menyerah. Karena ada dia yang selalu meyakinkan aku, bahwa atas nama Tuhan, demi aku dan rasa kami, dia akan menghadapi semuanya.

Mungkin benar aku akan patah tapi setidaknya aku telah mencoba. Atau, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri karena tidak memberi diriku kesempatan. Untuk bahagia.

Sejak kemarin, semua orang yang mampuku pandangi berkata tentang istimewanya hari ini. Ungkapan kasih dan cinta sudah terburai bahkan sebelum matahari menampakkan diri. Tentang sebuah hati, tentang sebuah peran, cinta, tanggung jawab,…..dan lebih nyata lagi Mungkin saja bila esok tiba kata-kataku tak lagi menjenguk jendela hatimu bila saja rasa itu telah kau hanyutkan jauh pada derasnya aliran sungai yang jemu. Mungkin tiap patah-patah kataku tidak lagi seindah kicauan burung mengalunkan mimpi waktu lenamu. Dan mungkin siangku bagai pecahan kaca yang membekas dalam diam. Saat ku jejaki tanahmu tidak kau ku temui tersipu hanya ilalang hijau yang subur menutup setiap lorong mimpiku lalu aku tidak lagi melangkah

Maafkan aku untuk ke seribu kalinya bila nantinya pagar-pagar benci kau dirikan dengan jemu dan putus asa penantian rindu itu. Mungkinkah kau bunuh dengan rela bila aku kehilangan keberanian untuk bersamamu berbicara cinta? Dan Masih berbicara lagikah cinta bila kata-kataku tidak lagi terbaca di hatimu ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar